SIDANG KE LIMA
BADUNG - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) di Denpasar gelar kembali sidang lanjutan yang menyeret I Putu Suarya, S.Sos alias Putu Balik ke muka persidangan. Sidang kali ini menghadirkan saksi - saksi yang telah masuk dan bekerja menjadi pegawai non ASN dilingkungan dinas pendidikan, Denpasar (03/05/2024).
Cek berita sebelumnya (klik link)
Saksi yang dihadirkan Kadek Nova Dwiyanti dan Puspita Dewi bersama orang tuanya masing-masing. Saksi pertama kadek Nova menuturkan perkenalannya di media sosial dengan terdakwa.
Terdakwa menanggapi unggahan status dirinya yang ingin bekerja dengan mengatakan bahwa ada lowongan sebagai tenaga administrasi SMPN di kabupaten Badung. Kemudian bulan Juli 2020 dirinya mengakukan lamaran sesuai arahan terdakwa, kemudian pada bulan Agustus, Surat Keputusan (SK) pengangkatan dirinya keluar, tapi belum ditanda tangani oleh Bupati.
"Saat itu saya sendiri yang menghadap Bupati untuk meminta tanda tangan"
"Sampai SK ini lengkap, terdakwa tidak pernah meminta imbalan, bahkan saat saya berinisiatif memberi sejumlah uang untuk membantu kegiatan upacara dirumahnya pun ditolak oleh terdakwa, " jelasnya dipersidangan.
Lanjut, saksi Puspita Dewi mengatakan mendapat info dari terdakwa terkait adanya lowongan kerja non ASN sebagai Tata Usaha (TU) disebuah SMPN di Mengwi.
Dia diminta segera membuat lamaran dan mengajukan ke sekolah terkait, hingga akhirnya pada bulan September 2020, SK penetapan dirinya sebagai pegawai non ASN keluar.
"Selama proses penerimaan pegawai ini, terdakwa tidak pernah meminta uang ke saya atau melalui bapak saya, cuma saat ada acara upacara tiga bulanan anaknya, setahu saya, bapak saya pernah berinisiatif memberikan bantuan sebesar 1, 5 juta rupiah kepada terdakwa, " demikian jelasnya kepada Hakim.
Saksi Pasek Made Sucipta
Dari persidangan ini diasumsikan bahwa selama proses penerimaan ini tidak ada tahapan test seleksi sama sekali. Kondisi ini disampaikan oleh saksi dari Kepala Seksi Pendidikan (Kasi Pendik) SMP Kabupaten Badung, Pasek Made Sucipta.
Bahwa pengajuan kebutuhan tenaga pegawai berdasarkan rekomendasi dari pihak sekolah, dimana mekanisme penerimaannya berdasarkan dari kebijakan Kepala sekolah masing-masing.
"Pola perekrutan ini tidak diumumkan secara terbuka, hanya diketahui orang-orang terdekat saja, tidak ada tahapan seleksi dan berdasarkan kebutuhan yang direkomendasi dari pihak sekolah.
Tidak perlu diumumkan, karena pelamar pasti banyak, " demikian jelasnya.
Dirinya juga menyatakan bahwa alur penerimaan pegawai dari rekomendasi Kepala Sekolah kemudian ke Kepala Dinas Pendidikan kemudian Biro Hukum.
Ditanya kembali kepada Putu Balik, ia menjelaskan secara rinci, dari rekomendasi Kepala Sekolah kemudian ke Kepala Dinas Pendidikan, Biro Hukum, Assisten satu, Sekda dan terakhir Bupati.
Hakim kembali bertanya kepada saksi, "Apakah demikian?" Kemudian dijawab saksi dengan mengiyakan.
Menanggapi keterangan saksi, Hakim anggota, Gd Putra Astawa SH MH, menilai bahwa pola perekrutan yang tidak transparan seperti ini berpeluang terjadinya korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
"Ini aneh, saking banyaknya yang melamar, tapi tidak pernah ada seleksi"
"Ini akan menimbulkan adanya pungutan liar, kalo tidak ada kedekatan kan tidak ada peluang diterima, pasti ini masih banyak pelaku lainnya, " ujar hakim.
Kemudian Jaksa Penuntut Umum (JPU) menunjukan surat atau rekomendasi G, yang diartikan merupakan rekomendasi dari Bupati Giri Prasta.
Jaksa bertanya apakah dengan adanya rekomendasi ini pelamar otomatis akan diterima? Dijawab oleh saksi tidak seratus persen diterima.
“Artinya rekomendasi ini bisa diabaikan ? , ” tanya jaksa yang dibawab iya oleh saksi.
Tetapi ucapan saksi terkait kode G atau rekomendasi 'G' bisa diabaikan dibantah oleh terdakwa. Putu Balik mengatakan bahwa terkait proses yang ada, bila tidak ada kode tanda "G" di surat rekomendasi, maka sampai kapanpun tidak akan diproses oleh Kepala Dinas.
"Tanda kode itu berarti "agar dibantu" dan wajib ditulis disurat rekomendasi jika ingin suratnya segera diurus oleh kepala Dinas, " ungkapnya.
Kemudian hal itu dibantah kembali oleh saksi Pasek Made Sucipta, selama ini yang wajib adalah cukup rekomendasi dari sekolah, dan tidak terpengaruh dengan tanda tangan paraf "G" dari Bupati Badung.
"Banyak yang tidak bertulisan tanda itu, tetapi tetap bisa diproses dan lulus"
"Kami prioritaskan berdasarkan pada kebutuhan sekolah, " jelasnya.
Sidang hari ini akan dilanjutkan kembali pada tanggal 17 Mei 2024. (Tim/Ich)